Bahasa
pada dasarnya merupakan sesuatu yang khas dimiliki manusia. Ernst Cassirer
menyebut manusia sebagai animal symbolicum,
yakni makhluk yang menggunakan media berupa simbol kebahasaan dalam memberi
arti dan mengisi kehidupannya. Keberadaan manusia sebagai animal symbol dianggap lebih berarti daripada keberadaan manusia
sebagai makhluk berpikir karena tanpa adanya simbol, manusia tidak akan mampu
melangsungkan kegiatan berpikirnya.
Berdasarkan
kenyataan di atas, bahasa memiliki fungsi yang kompleks dan beragam, yaitu:
a)
Instrumental,
alat untuk memenuhi kebutuhan material,
b)
Regulatori,
mengatur prilaku individu satu dan yang lain dalam kehidupan sosial,
c)
Interaksional,
menciptakan jalinan hubungan antara individu maupun kelompok,
d)
Personal,
media identifikasi dan ekspresi diri,
e)
Heuristik,
untuk memahami, menjelajahi, dan mempelajari dunia,
f)
Imajinatif,
mengkreasikan dunia dalam kesadaran dunia batin seseorang,
g)
Informatif, penyampai pesan dalam
komunikasi lisan.
Selain ketujuh fungsi
tersebut, bahasa juga difungsikan untuk menafsirkan dan memahami keseluruhan
pengalaman batin seseorang terhadap berbagai fenomena di dunia sekitar
(Halliday dalam Aminuddin, 2011: 18). Dari sejumlah fungsi tersebut, dapat
dimaklumi apabila semantik memiliki hubungan dengan sejumlah ilmu lain.
Disiplin ilmu yang memiliki hubungan erat dengan semantik maupun linguistik
pada umumnya adalah filsafat, psikologi, dan antropologi. Ketiga disiplin ilmu
tersebut dapat dikaji dalam paparan berikut ini.
1.
Semantik
dan Filsafat
Plato dan para
filosof muslim Abad Pertengahan mengemukakan bahwa filsafat tidak lain adalah
suatu ilmu yang membicarakan tentang hakikat segala sesuatu dengan cara
menggunakan akal sempurna. Filsafat juga dapat dikatakan sebagai studi tentang
kearifan, pengetahuan, hakikat realitas maupun prinsip yang memiliki hubungan
sangat erat dengan semantik. Hal ini terjadi karena dunia fakta yang menjadi
objek perenungan adalah dunia simbolik yang terwakili dalam bahasa. Sementara
pada sisi lain, aktivitas berpikir itu sendiri tidak berlangsung tanpa adanya
bahasa sebagai medianya.
Bahasa
sehari-hari yang biasa digunakan bila dikaitkan dengan kegiatan filsafat
mengandung, kelemahan antara lain:
a) Vagueness,
makna yang terkandung mewakili realitas yang diacunya,
b) Ambiguity,
berkaitan dengan ciri ketaksaan makna dari suatu kebahasaan,
c) Inexplicitness,
terjadi akibat adanya ketaksaan makna sehingga bahasa sering tidak tepat
merepresentasikan gagasan,
d) Context-dependent,
makna yang berubah sesuai konteks gramatik, sosial, serta konteks situasional.
Sehubungan
dengan filsafat yang mengkaji masalah
berfikir secara benar, peranan semantik tampak sekali dalam rangka
menentukan pernyataan yang benar maupun tidak benar, dengan bertolak dari
adanya premis serta simpulan yang diberikan.
2.
Semantik
dengan Kesusastraan
Sastra sebagai salah
satu bentuk kreasi seni menggunakan bahasa sebagai media pemaparannya. Akan
tetapi, berbeda dengan bahasa yang digunakan sehari-hari, bahasa dalam karya
sastra memiliki kekhasannya sendiri. Semantik dan
kesusastraan saling memiliki keterkaitan, dalam hal ini bahasa dalam
kesusastraan memiliki bentuk dan tuturan yang sama, tetapi dipandang dari segi
makna belum tentu dipahami dengan pemahaman yang seragaman oleh tiap-tiap orang.
Hal ini karena bahasa dalam kesusastraan berbeda dengan bahasa yang berada
dalam karya ilmiah. Seperti halnya bahasa yang digunakan dalam kehidupan
sehari-hari, kode
dalam sastra memiliki 2 lapis, yakni lapis bunyi atau bentuk dan lapis makna. Adapun
lapisan
makna dalam kesusastraan terbagi menjadi empat bagian, yaitu.
a) Lapisan
makna tersurat (denotatif)
Lapisan makna tersurat
atau denotatif adalah makna yang sebenarnya.
b) Lapisan
tersirat (konotatif)
Lapisan makna tersirat
atau yang disebut dengan konotatif adalah makna
yang digambarkan melalui kiasan.
c) Lapisan
makna kreatif, dan
Lapisan makna kreatif
adalah lapisan makna yang dipikirkan oleh seorang pengkritik.
d) Lapisan
makna pribadi
Lapisan makna pribadi
adalah makna yang dapat dipahami oleh pengarangnya saja.
Berhadapan
dengan kompleksitas makna dalam karya sastra, pembaca yang ingin memahami karya
sastra secara sungguh-sugguh tentunya harus memahami ilmu tentang makna sebagai
bekal awal dalam upaya memahami teks sastra.
3.
Semantik
dengan sosiologi antropologi
Sosiologi adalah bidang
ilmu yang mengkaji kelompok masyarakat yang lebih luas dalam perkembangan
ekonomi dan sosial yang heterogen, sedangkan antropologi ialah bidang ilmu yang
mengkaji sekelompok masyarakat tertentu yang homogen yang mempunyai berbagai
ciri khasnya. Hubungan semantik dengan dua ilmu ini adalah setiap kata yang
dihasilkan oleh penuturnya, akan menggambarkan makna bahasa dalam suatu
kelompok masyarakat tertentu beserta budayanya. Hanya saja hubungan semantik
dengan sosiologi mengarah pada kehidupan masyarakat sosial, sedangkan dengan
ilmu antropologi mengacu pada makna bahasa melalui pilihan kata yang dipakai
penuturnya itu menggambarkan kehidupan budaya penutur.
Kata “unda” (dalam
bahasa Banjar) dengan kata “awak” (dalam bahasa Melayu). Kata “unda” akan
menggambarkan identitas kelompok masyarakat Banjar, sedangkan kata “awak” menggambarkan
identitas masyarakat Melayu.
4.
Semantik dengan Ilmu Psikologis
Psikologi membicarakan
kebermaknaan jiwa yang ditampilkan melalui gejala jiwa, baik ditampilkan secara
verbal maupun yang diperlihatkan secara nonverbal, sedangkan semantik
membicarakan kebermaknaan dalam bahasa sebagaimana adanya dan bersifat
nonverbal.
Psikologi ialah ilmu tentang
kejiwaaan yang mengkaji hakikat dan gerak-gerik jiwa. Hal ini berarti setiap
tingkah laku manusia mempunyai makna. Makna yang dimaksudkan adalah tentang
kebermaknaan kata atau ujaran dalam bahasa.
Artinya bahasa yang dikeluarkan oleh seseorang itu menggambarkan keberadaan
kondisi jiwanya karena ungkapan yang dikeluarkan itu melalui bahasa dan memunyai
makna. Seorang psikolog menjelaskan makna yang menjadi objek semantik dengan
salah satu cara, yakni menggunakan simbol, tanda, dan membicarakan sesuatu yang
ditandai.
Kekuatan pengaruh
psikologi dalam bidang semantik juga ditandai oleh adanya pengaruh sejumlah
aliran dalam psikolog, misalnya behaviorisme, psikologi Gestalt field
theory, kognitivisme maupun psikologi humanistik dalam
kajian semantik.
Pendekatan psikolog
behaviorisme dalam kajian makna bertolak dari anggapan bahwa makna
merupakan bentuk responsi terhadap stimuli yang di
peroleh oleh pemeran dalam komunikasi sesuai dengan asosiasi maupun hasil
belajar yang dimiliki. Asosiasi makna dalam hal ini ditentukan oleh bentuk
perilaku realitas yang diacu lambang kebahasaan.
Pendekatan psikologi
kognitif dalam pengkajian makna dapat dibedakan menjadi dua, yakni
kelompok yang lebih banyah berorientasi pada teori psikologi kognitif dan kelompok yang lebih
banyak berorientasi pada linguistik.
Salah satu model
analisis fitur semantis kata lewat pendekatan psikolog kognitif yang lebih
banyak berorientasi pada linguistik, dilaksanakan antara lain dengan cara:
a)
Mengidentifikasi sejumlah ciri referen yang diacu oleh kata,
b) Mengidentifikasi
kemungkinan adanya hubungan referen suatu kata dengan acuan referen suatu kata
dengan acuan referen dalam kata lainnya, serta
c) Mengidentifikasi
"ciri khusus" setiap kata yang memiliki ciri hubungan acuan referen,
sebagai butir yang membedakan fitur sematis kata itu dengan lainnya.
Misalnya, kata “makan”
dengan kata “makanlah”. Deretan bunyi dan susunan huruf dalam perkataan
tersebut menghasilkan pemahaman makna yang berbeda oleh seseorang dalam situasi
yang berbeda. Situasi yang berbeda tersebut melambangkan bermakna sebagai paksaan
ataupun bermakna sebagai sebuah permintaan penuturnya. Hal ini bertepatan
dengan pendapat ahli psikologi yang menyatakan bahawa makna terwujud
berdasarkan rangsangan atau tindak balas.
5.
Semantik
dan Linguistik
Semantik dan
linguistik memiliki hubungan yang sangat erat karena linguistik adalah ilmu
yang mengkaji bahasa, baik yang berbentuk kata, frase, kalimat dan wacana yang
terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan bentuk dan makna. Berdasarkan asumsi
bahwa makna menjadi bagian dari bahasa, maka semantik merupakan bagian dari
linguistik. Sama seperti komponen bunyi dan tata bahasa, makna merupakan
komponen yang menduduki tingkatan tertentu. Berdasarkan hal tersebut dapat
dikatakan adanya hubungan antara semantik dan linguistik. Berikut ini akan
dipaparkan hubungan semantik dengan cabang-cabang ilmu linguistik.
a) Hubungan
semantik dengan fonologi
Fonologi
merupakan ilmu bahasa yang mempelajari tentang bunyi bahasa. hubugan semantik
dengan fonologi yaitu membahas tentang perbedaan bentuk yang menimbulkan makna
yang berbeda juga. Contohnya kata (1) apel dan (2) apel, kedua kata tersebut
penyebutannya berbeda dan maknanya berbeda. Apel (1) memiliki makna pohon yang
buahnya bundar, berdaging tebal dan mengandung air, serta berkulit lunak yang
berwarna merah (kemerah-merahan), kuning (kekuning-kuningan). Jika matang
rasanya manis kemasam-masaman. Apel (2) bermakna upacara yang wajib dihadiri
(bersifat kemiliteran).
b) Hubungan
semantik dengan morfologi
Morfologi
merupakan ilmu bahasa yang mempelajari tentang penulisan struktur huruf atau kata.
Hubungannya dengan semantik adalah membahas setiap kata yang berbeda dan
memiliki makna yang berbeda pula. Contohnya kata dasar “bawa” jika diberikan
imbuhan menjadi “membawa”, “dibawa”. Pemberian imbuhan tersebut menghasilkan
pembawaan maknanya berbeda.
c) Hubungan
semantik dengan sintaksis
Sintaksis, yaitu
ilmu bahasa yang membahas tentang susunan kata dan kalimat. Hubungan semantik
dengan sintaksis, yaitu apabila susunan kata dan kalimatnya berbeda maknanya
juga berbeda. Contohnya kalimat (1) kucing makan sabun dan (2) sabun makan
kucing, contoh tersebut berdasarkan sintaksis adalah benar, tetapi secara
semantik memiliki makna yang berbeda.
d) Hubungan
semantik dengan pragmatik
Pragmatik
merupakan cabang ilmu linguistik yang menjelaskan struktur bahasa sebagai alat
komunikasi antara penutur dan mitra tutur yang terikat konteks. Pragmatik,
yaitu ujaran kata yang tidak sebenarnya tetapi mengandung arti. Ujaran yang
dituturkan oleh penutur memiliki makna sehingga diperlukan adanya pemahaman
dari mitra tutur. Contohnya seseorang yang melihat baju temannya robek lalu
mengucapkan “bagus sekali bajumu”, di satu sisi fungsi kalimat tersebut adalah
pujian, tetapi secara semantik sesuai gagasan yang ingin disampaikan penutur
makna tersebut berarti sindiran.
e) Hubungan
semantik dengan sosiolinguistik
Sosiolinguistik
berkaitan dengan bahasa di lingkungan masyarakat. Apabila bahasa yang dimiliki
oleh sekelompok masyarakat berbeda maka berbeda pula maknanya. Contohnya bahasa
Banjar dan bahasa Jawa berbeda sehingga maknanya juga berbeda. Kata pacul dalam bahasa Banjar berarti
melepas, sedangkan dalam bahasa Jawa pacul
artinya cangkul.
f) Hubungan
semantik dengan psikolinguistik
Psikolinguistik
berkaitan dengan fisik dan kejiwaan seseorang. Apabila fisik atau kejiwaan
seorang penutur tidak baik, bahasaya juga kurang baik sehingga perlu pemahaman
makna. Contohnya ketika berbicara dengan orang yang mengalami gangguan jiwa,
makna yang disampaikan tidak sesuai dengan hal yang ingin dibicarakan.
g) Hubungan
semantik dengan wacana
Wacana merupakan kumpulan gramatik
terbesar atau tertinggi yang dilengkapi oleh ide pokok serta gagasan penunjang
yang berkesinambugan terhadap sebuah karangan. Hubugan semantik dengan wacana
adalah pemaknaan terhadap satu teks wacana yang hilang.
Daftar Pustaka
Aminuddin. 2011.
Semantik: Pengantar Studi Tentang Makna.
Bandung: Penerbit Sinar
Baru
Algensindo.
Djajasudarma, T.
Fatimah. 2012. Semantik 1: Makna Leksikal
dan Gramatikal. Bandung:
PT
Refika Aditama.